Apakah rasa itu ?
Hampir kebanyakan orang tidak faham arti sebuah rasa, apalagi rasa hidup/hidup penuh rasa/berperasaan, atau apa yang perlu dirasakan dalam hidup ini. Ketidaktahuan mereka disebabkan karena tidak didasari dengan hidup bermartabat, karena penderitaan masyarakat tidak kunjung padam, semenjak diberikan konsep hidup menguasai daerah lain oleh pengalaman jaman kerajaan tempo dulu, sampai benar - benar dijajah oleh bangsa lain. Setelah mencapai kemerdekaan sekali lagi masyarakat kita tidak diberikan pendidikan berdemokrasi dengan baik sehingga mereka masih tetap saja merasa tidak merdeka, sampai tiba waktunya 'reformasi' dilanjutkan dengan 'era perubahan' tetap saja masyarakat tidak sejahtera. Bagaimana mereka dapat merasakan hidup kalau sepanjang tahun selalu menjadi objek pencapaian kekuasaan seorang pemimpin yang mempunyai visi 'menyelamatkan diri dan golongan dulu baru rakyat'.
Kebudayaan sebagai fundamental sebuah peradaban yang mempunyai rasa hidup sudah ikut lenyap oleh kebiadaban penjajah, karena kebudayaan itu tidak lagi memandang kebendaan(materialisme) sebagai tujuan utama hidup, tetapi idealisme hidup berbudaya itulah menjadi aplikasi kehidupan yaitu hidup yang bermartabat. Seperti kita lihat pada cara hidup rakyat saat ini dimana hanya satu visi hidup mereka adalah bagaimana mengumpulkan uang sebanyak - banyaknya dengan mengenyampingkan martabat diri sebagai mahluk yang beradab dan berbudaya, malahan ada yang menjadi pelacur ( bidang apa saja).
Imu pengetahuan ketuhanan ( Agama/Teologi) pada bagian masyarakat tertentu malah tidak terlihat budaya sebagai penampakan sebuah ilmu pengetahuan ketuhanan yaitu dengan secara nyata melakukan aktifitas keagamaan dengan cara verbal/wacana saja. Ini menunjukan betapa tingginya pemahaman ilmu pengetahuan ketuhanan yang dimiliki tapi miskin laku. Tetapi pada kenyataannya kemampuan masyarakat untuk menyelami pengetahuan ketuhanan sangat rendah sekali, apalagi didasari dengan tingkat pendidikan formal masyarakat yang rendah juga.
Kesadaran kemampuan penalaran ilmu pengetahuan ketuhanan yang rendah ini semestinya dilakukan dengan cara aplikasi hidup yang berbudaya, tanpa terlalu jauh mengerti pengetahuannya, artinya pengetahuan ketuhanan tersebut hendaknya ditunjukkan dengan cara pelaksanaan budaya dulu setelah melakukan dan merasakan baru dilanjutkan dengan pemaknaan dan teologinya.
Hasil kebudayaan dalam bentuk berkesenian adalah juga cara terselubung untuk melakukan pendidikan pengetahuan ketuhanan(agama), karena idealisme agama tersebut terlihat pada lakon atau cerita sebagai pesan moral pengetahuan menyesuaikan pada salah satu ilmu pengetahuan tersebut, begitu pula pemerannya masing - masing akan dapat memahaminya karena mereka sebagai pelaku atas pengetahuan tersebut.
Kehilangan rasa seni pada kebiasaan masyarakat indonesia sehari-hari seperti kita dapat lihat jaman dulu sudah tidak terlihat lagi, ini pula menyebabkan cara hidup masyarakat indonesia yang serba instan/pendek, karena segalanya dibandingkan dengan materialisme saja sehingga tidak ada waktu buat masyakat melakukan aktifitas berkesenian karena dikejar waktu bekerja untuk menghasilkan uang.
Hidup dengan mengenyampingkan rasa seni pada dirinya dapat dikatakan ketidak mampuan untuk menerima perbedaan karena seolah - olah harus sama sesuai dengan dirinya, padahal didalam berkesenian seharusnya perbedaan itu menjadi penyempurnaan pementasan, sekali lagi inilah s e n i. Aplikasi gaya hidup seni itu dapat terlihat pada konsep interpreneurship kerja/usaha yaitu kemampuan mebangun sebuah perbedaan untuk menjadi satu pemikiran(deal). Kemampuan untuk menyadari sebuah perbedaan untuk menjadikannya pemikiran yang satu inilah dinamakan hidup berperasaan.
Sebagai kesimpulan marilah kita menjalankan hidup ini dengan memandang atas perbedaan dibawah persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dengan kesatuan dan persatuan tersebut martabat bangsa kita dapat kita tunjukan kepada bangsa lain.
"Bhineka tunggal ikka tan hana dharma mangruwa"
No comments:
Post a Comment