Meditasi Raditya ini sudah berlangsung, dimulai dari Hari Raya Saraswati tahun 2009 ini, dilaksanakan setiap hari minggu pagi.
Raditya dalam arti arfiahnya berarti redite ( minggu / ahad ), pada hari inilah Dewa Surya akan tampil dalam kekuatan penuh serta diiringi dengan berbagai macam kekuatan, disamping itu pula pada hari ini semua mahluk dialam ini juga ikut serta menyongsong kehadiran Sang Surya, dengan dipimpin atau dituntun oleh Pinisepuh pada saat ini kita dapat juga merasakan dan mengetahui kehadiran roh/mahluk / Bhatara / leluhur yang juga hadir saat itu. Kehadiran mereka itu kadankala juga menurunkan beberapa wejangan dan tuntunan akan bagaimana semestinya menjalani hidup berkehidupan saat ini, juga diberikan gambaran bagaimana pola kehidupan jaman dulu saat beliau masih hidup, untuk itu segala konsekwensi hidup saat ini akan dapat dirasakan penuh akibat karma/pahala dari kehidupan kita dulu.Karena itu segala bentuk kekurangan pengetahuan, penyalah penafsiran serta penyelewengan hidup saat ini dapat kita ketahui saat beliau menyempatkan hadir ditengah - tengah kita.
LATAR BELAKANG RADITYA
Pada saat alam ini mulai terbentuk, semua kekuatan tidak bisa berbuat apa- apa, hanya mampu memandangi dan tidak dapat mengendalikannya. Atas seijin dan restu Yang Maha Agung akhirnya 3 ( tiga ) kekuatan yang telah diciptakannya mulai membentuk gerakan dengan melakukan fokus penciptaan pada sumber - sumber air yang ada di alam ini termasuk bumi ini, maka terbentuklah bintik - bintik kecil yang akan berkembang menjadi sebuah kehidupan dimasa yang akan datang.
Setelah selesai dalam pembentukan sel kehidupan itu maka 3 kekuatan tadi menggabungkan ( fusi ) kekuatannya menjadi satu, jadilah satu kekuatan sinar yang kuat, inilah yang dinamakan surya raditya ( Matahari ). Kekuatan Raditya inilah yang menyentuh setiap sel yang ada sehingga perkembangan atas sel tadi menjadi keluarga besar penghuni alam ini.
Untuk itu hampir semua kehidupan sangat tergantung dari energi surya ini dalam melakukan perkembangan diri.
Sunday, August 16, 2009
Wednesday, August 5, 2009
THE LOST TULAMBEN
MENGUAK TABIR KEJAYAAN PEKAREMAN TULAMBEN
Karangasem adalah daerah yang mempunyai wilayah kritis dan tandus yang paling luas diBali, terutama ada di wilayah kecamatan Kubu. Ketandusan alam disini karena sebelumnya telah 5 ( lima ) kali pernah diguncang dan dikubur lava muntahan Gunung Agung,pasir bercampur batu yang dilapisi lava sehingga terlihat seperti beton yang sangat padat, dapat dibayangkan apa yang mampu tumbuh dan hidup di alam seperti ini.
Coba kita bernostalgia ke jaman sebelum muntahan lava itu menyelimuti alam itu; adalah komunitas manusia yang penuh dengan martabat dan awig yang kuat serta menjunjung tinggi sebuah peradaban yang adiluhung, komunitas yang sempurna yang mencirikan sebuah pemerintahan otonom dengan didampingi kelompok brahmana yang suci sehingga idealah komunitas itu, sehingga kejayaan desa yang tertandingi lagi.
Wajah desa penuh karisma dengan jalan lurus dari nistaning kari pura tempat para sinoman berdomisili terus ke madyaning karipura sebagai batas mandalaning Kahyangan Desa serta domisili para Pasek dan Kubayan, yang paling atas dan ujung adalah utamaning karipura tempat para Brahmana suci serta domisili para Penyarikan dan bendesa. Begitulah tatanan kavling/pembagian karang/puri pada saat itu yang penuh dengan idealisme dan kepatuhan dari kasinoman.Saat itu pula mereka sudah tidak lagi mengagung - agungkan sebuah kemunafikan trah /kawitan, karena mereka saat itu sudah melaju dengan landasan spiritual yang ideal yaitu menyatukan diri diatas perbedaan dengan menjunjung tinggi profesionalisme sejati yang berlandaskan atas swadarma. Sehingga sangat sulit akan ditemukan trah kawitan melainkan yang ada adalah ' TRAH TULAMBEN ".
Penentuan Desa oleh sesepuh dan pada jamannya sudah mencirikan dan mencerminkan betapa tingginya supremasi idealisme tatwam siwam sundaram, nyegara gunung sudah letak desa, apalagi yang dituju selain tempat yang dilindungi oleh mahameru / giri dan bermuarakan laut / segara sebagai kekayaan alam yang tiada habis - habisnya dan tak terbatas. Keindahan alamnya sudah melukiskan sebuah pemandangan alam yang penuh dengan intuisi seni hamparan dan perpaduan guratan tebing penuh duri kaktus yang menggambarkan alam penuh arti dan noktah.
Angin yang berhembus dari pantai menuju gunung tak terhalang, sehingga kandungan oksigen yang berhembus mampu menghempas segala noda virus yang sedianya akan menjadi penyakit didesa itu, hilang dan kembali dengan udara bersih tak terhalang.
Waktu begitu seakan - akan panjang karena pagi begitu lama oleh munculnya surya yang tak terhalang, begitupula sirnanya Sang Surya juga sangat lama karena tak terhalangi oleh bukit dan gunung. Lamanya hari - hari itu membuat komunitas itu jauh lebih dapat memamfaatkan potensi lebih banyak sehingga kemakmuran desa tak terbendung.
Begitulah kejayaan dan kemakmuran Desa Tulamben pada jamannya.
Sekarang kita hanya dapat melihat kejayaan itu dengan perasaan pilu dan tersayat, karena desa itu tertinggal puing - puing saja, ibarat hutan yang tandus, laut yang kering, pertanian yang tak berumbi, kebun tak berbuah ...tak berpenghuni.
Namun beberapa komunitas dijaman ini merasakan kerinduan dengan kejayaan Tulamben, tak berani mengakui karena tak berbukti. Ketika kawanan sedang berpindah instalasi spiritual tak ditinggalkannya, begitupula masih ada yang disimpannya. Tugas anaklah yang saat ini harus menggali simpanan itu serta mengetahui wasiat - wasiat yang ditinggalkan. Pakai hati yang tulus agar dapat bertemu leluhur yang tersisa ditanah jaya itu.
Demikianlah kami dapat menuliskan tabir kejayaan Trah Tulamben yang saat itu sudah terayomi makna bHINEKA tUNGGAL iKA.
Rahayu.
Monday, August 3, 2009
SEMINAR SEJARAH PADJAJARAN
LAHIRNYA DEWA DAN BHATARA
Dalam buku "seminar padjajaran" hal 18 diuraiakan tentang sejarah lahirnya para Dewa dan Bhatara ;
Semoga tak terhalang.......
Pada saat itu alam ini bermuarakan air dan beberapa bebatuan, Pertama - tama oleh Sanghyang Suwung diciptakanlah 3 ( tiga ) sinar suci yang dinamakan Para Dewa, yang seyogyanya ketiga sinar ini akan mampu untuk melakukan pembenahan terhadap alam yang penuh air tersebut, maka ketiga sinar tadi sepakat untuk melempar batu kesumber air tersebut. Mata air itu bergelombang, bergemuruh, udara bergerak memutar lalu pecah sinar tadi membentuk 8 (delapan )pose / point /Penjuru, yang mengelilingi sumber air tadi. Disekitar sumber air tadi, muara itu mengering lalu kelihatan bintik - bintik kehidupan, namun belum terbentuk akan jadi apakah bintik - bintik itu, lalu ketiga sinar tadi kembali menyatu menjadi satu sinar dengan nama Ditya (Raditya).
Pada saat itu ketiga Dewa tidak sanggup untuk mengelola alam yang penuh bintik - bintik tersebut,Kepada Sanghyang Suwung ketiga dewa memohon agar dilahirkan sinar lagi, maka sanghyang Suwungpun menyetujuinya dan lahirlah sinar yang bernama " sarwit Santaya " kealam ini dengan dinobatkan menjadi " Angkuan " : ang ; Tuhan, Kuan:Bathara. Inilah yang menjadi cikal bakal Bathara didunia ini yang bernama " Bhatara Cikal ", dengan ciri utama yaitu berwarna putih, tidak memakai baju dan tidak beralas kaki. Dari sinilah muncul kemudian Para Bathara Rsi yang melakukan peafsiran - penafsiran terhadap wahyu Sanghuang Suwung itu. Inilah yang akhirnya dinamakan Bathara.
Zaman ini mulai bermunculan Para Bathara Rsi yang bertugas untuk melakukan pencatatan atas tafsir yang diwahyukan oleh Sanghyang Suwung dengan menggunakan kulit kayu sebagai dasar tulisan dan batang kayu sebagai alat tulis. Tetapi diantara Para Bathara Rsi itu ada salah satu yang terpilih karena kejujuran dan intelektualitasanya yaitu Bathara Rsi Shri Manu yaitu bertempat di Himalaya dari pendengaran utamanya.
" Aku hidup karena aku dihidupkan, tetapi sesungguhnya aku tidak dimunculkan, karena keyakinan, energi dari kaki, kaki menyentuh bumi /pertiwi, maka lahirlah Aku "
" Batharalah yang semestinya mengendalikan dan mengkreasikan segala kegiatan dialam ini, Sanghyang Suwung tidak pernah meminta tetapi Batharalah yang menghaturkan dengan tujuan keharmonisan dan keselarasan alam ini "
inilah salah satu tulisan yang muncul pertama kali oleh Shri Manu.
Setelah adanya tulisan tersebut maka secara tidak langsung Para Bathara ini berkembang menjadi :
1. Bathara Cikal
2. Bathara Patanjala
3. Bathara Wisawara
4. Bathara Wisnu
5. Bathara Brahma
6. Bathara Hyang Niskala
7. Bathara Maha Dewa
Ketujuh Bathara ini dipasupati pada hari ke-21 untuk selanjutnya dapat bekerja dengan baik.
Inilah sekelumit tentang lahirnya Para Dewa dan Para Bathara yang diambil dari sejarah "Trah Padjajaran " dengan bukti fisik di Jawa Barat ada sebuah Monumen Tugu yang dinamakan Shri Manu.
Segala hormat kami haturkan kepada Leluhur Kami yang tertua, Leluhur Padjajaran, leluhur Majapahit dan Leluhur Kediri yang saat ini ada di Pulau Bali...Rahayu.
Mohon maaf atas keterbatasan penulis untuk memaparkan yang dimaksud diatas, hanya rasa hormat dan sujuglah yang melandasi tulisan ini yang pasti banyak kekurangan, semoga teranugrahi kesempurnaan, ini saya dapatkan pada saat kami melakukan perjalanan Spiritual Nusantara dengan kawan2 dari Bali dibawah naungan Bunda Ratu Pertiwi Karangasem.
Rahayu.
Sunday, August 2, 2009
MAKNA SARASWATI 2009
CONSCIOUSNESS - KNOWLEDGE - NEEDS
KESADARAN - ILMU PENGETAHUAN - KEINGINAN
Manusia dalam menjalani kehidupan sehari - hari berbekal rasa keinginan, keinginan inilah yang mendorong manusia itu berbuat sesuatu ( latar belakang ). Keinginan manusia tak terbatas, terbebas dari ruang dan waktu keinginannya.
Didalam perkembangan sosial manusia itu terbentuklah aturan - aturan /hukum agar antar manusia tidak terjadi salah pengertian akan keinginan masing - masing, termasuk muncul filosofhy hidup yang dikembangkan agar manusia dapat mengekang segala keinginannya yang belum mampu untuk dicapai ( hukum agama ).
Kebesaran jiwa manusia tercermin pada saat manusia itu mulai faham dan mengerti tentang pengekangan keinginan karena telah belajar ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan itulah yang dapat mengendalikan segala keinginannya. Ilmu pengetauhan sendiri dipakai juga akal budi manusia didalam melakukan penggalian dan pengembangan potensi alam dan potensi manusia itu sendiri sehingga terciptalah sebual hasil cipta karsa manusia yang dikenal dengan budaya/kebudayaan. Beda potensi berbeda juga budaya yang diciptakannya, ini menandakan budaya itu sangat tergantung dari potensi/kekayaan lokal daerahnya. Semakin luas wilayah semakin beraneka ragam pulalah budaya manusia, disisi lain secara positif mengandung makna baik, artinya semakin beragamnya budaya semakin kayalah khasanah budaya yang dimiliki wilayah tersebut, juga menunjukkan betapa tingginya tingkat penggalian potensi oleh karena manusia telah belajar dengan ilmu pengetahuan.
Semakin waktu berjalan, semakin jauh waktu pemeliharaan budaya, maka semakin jenuhlah manusia itu tentang budaya hasil penggalian leluhurnya. Kejenuhan manusia inilah yang menimbulkan sebuah pengikisan budaya itu, malahan ada yang meninggalkan karena mereka silau dengan budaya baru yang walaupun mereka tidak tahu pasti tujuan budaya itu ( jaman instan ). Berubah pulalah filosophy hidup manusia karena rongrongan budaya baru itu sehingga pengetahuan asli yang dimiliki tidak ada gunanya lagi dan begitu ditinggalkannya.
Budaya baru belum tentu sesuai dengan potensi alam daerah yang menerima budaya baru itu, maka terjadilah tumpah tindih pola kehidupan, alam mulai tidak terpelihara, cara hidup mulai berubah, struktur sosial juga tergeser. Keadaan semacam ini sangat berbahaya, lebih bahaya lagi manusia itu tidak pernah faham lagi dengan kondisi dan ciri alam yang sedang dialami, malahan tidak pernah ingin tahu karena penggaruh budaya baru itu, celakanya manusia mulai saling menyalahkan dan saling berlomba akan kebenaranya masing -masing.
Akhir jaman manusia tampak, mulailah adanya seleksi alam dan manusia oleh Sang Penguasa Alam ( TUhan ), maka dari berbagai kelompok komunitas sosial mulai bermunculan sebuah kesadaran ( consciousness )akan kembalinya ke budaya sejati yang digali oleh leluhur terdahulu sehingga diharapkan akan mampu mengembalikan keadaan alam dan manusia kembali ke wujud dan filosophy aslinya yaitu menggali dan mngembangkan potensi alam sesuai dengan corak dan kondisi alam yang sesuai dengan jaman pada saat leluhur itu menciptakan budayanya. Kesadaran akan kembalinya kebudaya leluhur yang hakiki itu dapat disebut dengan nama spiritualitas. Kondisi seperti ini diharapkan tidak lagi tergantung pada aturan - aturan yang dibuat sebelumnya, serta mulailah melakukan sesuatu dengan mengurangi beban hidup, apalagi menggunakan kemampuan yang dihasilkan oleh budaya yang bukan milik leluhur itu.
Demikianlah sekelumit hubungan antara keinginan-pengetahuan dan kesadaran yang merupakan perenungan pada hari raya Saraswati tahun 2009, semoga dapat menambah khasanah pemikiran dan wawasan kita semua...rahayu.
Subscribe to:
Posts (Atom)